Jadi Kurir Makanan di Belanda Mufti Raup Rp800 Ribu Sehari

Siapa sangka pekerjaan sebagai kurir makanan di Belanda bisa menghasilkan hingga Rp800 ribu dalam satu hari? Inilah yang dialami oleh Mufti, seorang pekerja migran asal Indonesia yang mencoba peruntungan di Negeri Kincir Angin. Dari luar, jumlah penghasilan tersebut terdengar menggiurkan, apalagi jika dikalikan satu bulan penuh bisa mencapai angka Rp24 juta. Namun, kenyataannya tidak semanis kelihatannya.

Jadi Kurir Makanan di Belanda Mufti Raup Rp800 Ribu Sehari

Penghasilan Fantastis untuk Ukuran Gaji Harian
Mufti yang bekerja sebagai pengantar makanan menggunakan sepeda listrik mengaku mampu mengumpulkan sekitar 45 hingga 55 Euro dalam sehari. Jika dikonversikan ke rupiah dengan nilai tukar sekitar Rp17.000 per Euro, maka penghasilan hariannya setara dengan Rp800 ribuan.

Ia bekerja di salah satu platform jasa pengantaran makanan ternama di Belanda. Dalam sehari, Mufti menyelesaikan 10–15 pengantaran dengan waktu kerja fleksibel sekitar 6 hingga 8 jam. Pendapatan tersebut sudah termasuk tip dari pelanggan, insentif tambahan, serta bonus tertentu saat jam sibuk.

Banyak orang di Indonesia mungkin berpikir, “Wah, gajinya besar banget!” Tapi Mufti mengungkapkan bahwa hidup di Belanda bukan perkara mudah, apalagi jika tidak punya perencanaan finansial yang matang.

Biaya Hidup Setara Motor Bekas

Meskipun terlihat menguntungkan, Mufti harus rela mengeluarkan sebagian besar penghasilannya untuk biaya hidup di Belanda yang tergolong tinggi. Mulai dari sewa tempat tinggal, makan, transportasi, hingga asuransi kesehatan, semuanya memiliki harga yang tidak main-main.

“Kalau dihitung-hitung, pengeluaran bulanan saya di sini bisa tembus sampai 1.000 Euro lebih. Itu setara dengan harga motor Vario bekas kalau dirupiahkan,” ujar Mufti.

Bayangkan saja, hanya untuk menyewa kamar kecil di kota seperti Amsterdam atau Rotterdam, seseorang bisa menghabiskan 400–600 Euro per bulan. Belum termasuk tagihan listrik, air, dan internet. Sementara kebutuhan makan sehari-hari bisa menghabiskan 300–400 Euro lagi. Di sisi lain, asuransi kesehatan yang bersifat wajib di Belanda bisa menambah beban biaya sekitar 100–150 Euro per bulan.

Bekerja Keras demi Bertahan Hidup
Mufti tidak menyesal telah mengambil langkah berani bekerja di luar negeri. Meskipun harus bersaing dengan ratusan kurir lain dari berbagai negara dan cuaca yang tak menentu, ia tetap bersyukur bisa mendapatkan penghasilan layak. Apalagi, dengan gaya hidup hemat, ia masih bisa menabung sebagian kecil penghasilannya untuk dikirim ke keluarga di Indonesia.

“Aku sudah terbiasa hidup sederhana. Biarpun kerjaannya berat, yang penting halal dan bisa bantu keluarga di kampung,” tuturnya.

Ia mengaku sempat kesulitan beradaptasi dengan sistem kerja yang sangat mandiri. Tidak ada atasan yang mengawasi secara langsung, namun penilaian pelanggan menjadi penentu apakah ia akan mendapat lebih banyak order atau tidak.

Realita Pahit di Balik Gaji Besar
Cerita Mufti ini menjadi pengingat bahwa bekerja di luar negeri tidak selalu seperti yang terlihat di media sosial. Di balik angka-angka penghasilan yang tampak besar, ada beban hidup dan tantangan tersendiri yang harus dijalani.

“Orang-orang suka lihat hasilnya, tapi proses dan capeknya jarang ada yang tahu,” katanya sambil tertawa kecil.

Bagi yang ingin mengikuti jejaknya, Mufti menyarankan untuk melakukan riset mendalam soal biaya hidup dan legalitas kerja. Ia juga mengingatkan agar tidak terlalu silau dengan nilai tukar rupiah yang tampak besar, karena semuanya akan kembali ke gaya hidup dan manajemen keuangan masing-masing.

Kesimpulan
Menjadi kurir makanan di Belanda mungkin terlihat sebagai pekerjaan ringan dengan bayaran tinggi, namun kenyataannya cukup menantang dan menuntut. Pendapatan harian Mufti yang mencapai Rp800 ribu per hari memang terlihat menggiurkan, tetapi tidak serta merta menjamin kehidupan mewah di negara maju. Biaya hidup yang tinggi membuatnya harus bekerja ekstra keras hanya untuk bisa bertahan.

Cerita Mufti adalah cerminan realita kehidupan para pekerja migran yang tidak hanya berjuang untuk diri sendiri, tetapi juga untuk keluarga yang mereka tinggalkan di tanah air.