Penerapan Kerja Rodi di Masa Pemerintahan Daendels

Pada masa pemerintahan Hindia Belanda, nama Herman Willem Daendels menjadi sorotan utama karena kebijakannya yang sangat kontroversial, terutama dalam hal pembangunan infrastruktur. Salah satu proyek paling monumental yang dilakukan oleh Daendels adalah pembangunan jalan raya dari Anyer hingga Panarukan sepanjang lebih dari 1.000 kilometer. Jalan ini sangat penting secara strategis bagi militer Belanda, tetapi di balik proyek megah tersebut, tersimpan kisah kelam mengenai kerja paksa atau yang lebih dikenal dengan istilah “kerja rodi”.

Penerapan Kerja Rodi di Masa Pemerintahan Daendels

Apa Itu Kerja Rodi?
Kerja rodi adalah bentuk kerja paksa yang diberlakukan kepada rakyat tanpa atau dengan sedikit imbalan. Pada masa Daendels, kerja rodi diwajibkan bagi masyarakat lokal untuk mendukung proyek-proyek besar pemerintahan kolonial. Meskipun dalam beberapa kasus rakyat diberi upah, namun jumlahnya sangat kecil dan tidak setara dengan beban kerja yang ditanggung. Bahkan, banyak pula yang tidak dibayar sama sekali.

Yang lebih menyakitkan, kerja rodi ini sering kali menyasar masyarakat desa yang tidak memiliki pilihan lain selain tunduk kepada perintah penguasa kolonial. Tak jarang, mereka yang menolak atau mencoba melawan harus menerima hukuman berat, bahkan sampai kehilangan nyawa.

Pembangunan Jalan Anyer–Panarukan

Proyek utama yang melibatkan kerja rodi secara besar-besaran adalah pembangunan jalan Anyer–Panarukan pada tahun 1808. Jalan ini dirancang untuk mempercepat pergerakan pasukan Belanda dan memperkuat kontrol atas wilayah Nusantara, khususnya Pulau Jawa.

Daendels memerintahkan ribuan orang dari berbagai daerah untuk bergotong-royong membangun jalan. Mereka diharuskan membuka hutan, menggali tanah, dan mengangkut material berat dalam kondisi yang sangat minim peralatan. Tidak adanya alat modern membuat para pekerja hanya mengandalkan cangkul, linggis, dan tenaga manual. Kondisi kerja yang buruk ditambah dengan minimnya logistik membuat banyak korban berjatuhan akibat kelelahan, penyakit, dan kelaparan.

Rakyat Bebas, Tapi Tak Bebas Sepenuhnya
Walaupun para pekerja yang terlibat dalam kerja rodi disebut sebagai “rakyat bebas”, kenyataannya mereka tidak memiliki kuasa atas pilihan hidup mereka. Tekanan dari penguasa lokal dan ancaman hukuman membuat banyak orang akhirnya menyerah dan ikut dalam kerja rodi demi keselamatan diri dan keluarga.

Kondisi inilah yang memperlihatkan bahwa “kebebasan” yang dimiliki rakyat saat itu hanya bersifat semu. Mereka terjebak dalam sistem kolonial yang menindas, di mana hak-hak dasar mereka sebagai manusia diabaikan demi kepentingan penguasa asing.

Dampak Sosial dan Ekonomi
Kerja rodi membawa dampak luas tidak hanya secara fisik, tetapi juga sosial dan ekonomi. Banyak petani yang terpaksa meninggalkan sawah dan ladangnya untuk bekerja di proyek jalan raya. Akibatnya, produksi pangan menurun drastis dan menyebabkan kelaparan di berbagai daerah. Di sisi lain, keluarga-keluarga yang ditinggal oleh kepala rumah tangga juga mengalami tekanan ekonomi dan sosial yang berat.

Selain itu, kondisi ini memperdalam ketimpangan sosial antara pihak kolonial dan rakyat pribumi. Infrastruktur yang dibangun memang menjadi warisan sejarah, namun dibayar mahal dengan penderitaan rakyat yang tak terhitung jumlahnya.

Penilaian Sejarah
Seiring dengan perkembangan zaman, para sejarawan menilai kebijakan kerja rodi sebagai salah satu bentuk pelanggaran HAM pada masa kolonial. Meski hasil pembangunan seperti jalan raya Anyer–Panarukan kini menjadi simbol sejarah, proses di baliknya tetap menjadi catatan kelam dalam sejarah bangsa Indonesia.

Penerapan kerja rodi oleh Daendels telah membuka mata generasi selanjutnya bahwa pembangunan tidak boleh dilakukan dengan cara yang merugikan rakyat. Pelajaran ini menjadi penting dalam menyusun kebijakan pembangunan masa kini agar selalu menjunjung nilai-nilai keadilan sosial.

Kesimpulan
Penerapan kerja rodi pada masa Daendels bukan hanya tentang pembangunan jalan raya, tetapi juga tentang bagaimana kekuasaan digunakan untuk memaksa rakyat bekerja tanpa hak yang setara. Walaupun beberapa pekerja disebut sebagai “rakyat bebas”, namun kondisi dan tekanan yang mereka hadapi menunjukkan bahwa kebebasan itu hanyalah topeng belaka. Sejarah ini harus terus diingat agar kita tidak mengulang kembali kesalahan serupa di masa depan.